menu melayang

Rabu, 15 Juni 2022

Ingin Tau Sejarah Kiswah Ka'bah ? Baca!!

 

haji vs umroh

Kiswah atau kain hitam yang menyelimuti Ka’bah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan itu tidak cuma dari segi ragam kain dan warna kiswah saja, namun juga dari segi siapa yang ‘bertanggung jawab’ untuk menyediakannya, ornamen-ornamen yang menghiasinya, dan waktu pergantiannya.   Hingga walhasil akibatnya seperti ketika ini, di mana kain kiswah Ka’bah ialah sutra hitam, diprodukis oleh sebuah pabrik khusus-yang didirikan oleh otoritas Arab Saudi, dan diganti dengan kain baru setahun sekali-setia tanggal 9 Dzulhijjah.

Ada banyak anggapan mengenai siapa yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kiswah, mulai dari Nabi Ismail AS sampai Adnan bin Udd-buyut Nabi Muhammad. Kendati demikian, catatan sejarah yang valid menceritakan bahwa orang yang pertama kali menyelimuti Ka’bah dengan kain ialah Raja Dinasti Himyariyah Yaman, Abu Karb As’ad. Mengutip Ali Husni al-Kharbutli dalam Sejarah Ka’bah (2013), suatu saat As’ad berangan-angan bahwa dirinya menutupi Ka’bah dengan kain. Lalu, ia kemudian menunaikan mimpinya itu saat melintasi Makkah sesudah dirinya pulang dari sebuah peperangan di Yatsrib pada 220 sebelum Hijriyah. Pada mulanya, As’ad menutup Ka’bah dengan kulit dan kain kasar (khasf).   Riwayat lain mengatakan bahwa saat itu As’ad menutupi Ka’bah dengan daun kurma dan melapisinya dengan bunga Ma’afir yang seperti itu wangi. Tapi sebab khawatir kiswah hal yang demikian akan membebani bangunan Ka’bah, karenanya ia menggantinya dengan kain yang dijahit dari Yaman (al-mala wal washa’il).  Pada tahun-tahun berikutnya, orang-orang berbondong-bondong menghadiahi Ka’bah dengan kain. Dari kain itu kiswah Ka’bah diambil. Sekiranya satu kain rusak, maka diganti dengan yang lainnya. Mereka menganggap, memasang kiswah sebagai tugas agama dan kehormatan besar.

Kebijakan berhubungan kiswah Ka’bah berubah saat Qushay bin Kilab, buyut Nabi Muhammad, memimpin. Qushay minta setiap suku sejumlah uang untuk membeli kiswah Ka’bah setiap tahunnya. Kebijakan ini kemudian dilanjutkan oleh buah hati-cucunya.  Adapun orang yang pertama kali menutup Ka’bah dengan kain berbahan sutra yaitu Khalid bin Ja’far bin Kilab. Sementara Natilah binti Janab, ibunda Abbas bin Abdul Muthalib, mengutip Muhammad Abdul Hamid al-Syarqawi dan Muhammad Raja’I ath-Thahlawi dalam Ka’bah: Rahasia Kiblat Dunia (2009), merupakan perempuan pertama yang membikin dan menyelimuti Ka’bah dengan sutra. Dikala itu, Abbas tersesat dan Natilah bernazar bila buah hatinya diketemukan maka dia akan menutup Ka’bah dengan sutra.

Nabi Muhammad ialah orang pertama yang menutupi Ka’bah dengan qabhati (kain putih yang dijadikan di Mesir). Saat Fathu Makkah (pembebasan Kota Makkah), Nabi Muhammad konsisten mempertahankan kiswah lama yang diterapkan pada zaman Jahiliyah.   Hingga seorang wanita membakarnya saat mencoba mengharuminya dengan dupa. Karenanya setelah itu Ka’bah ditutup dengan kain dari Yaman bergaris putih dan merah (burud). Khalifah Umar bin Khattab dan Khalifah Ustaman bin Affan menyelimuti Ka’bah dengan kain putih, dan Abdullah bin Zubair menutupnya dengan brokat merah. 

Pada era Dinasti Umayyah, kain kiswah yang baru diletakkan di atas kain yang lama sehingga menumpuk. Praktik semacam ini terus berlangsung sampai periode Khalifah al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah. Sebab kuatir kain-kain hal yang demikian akan membebani bangunan Ka’bah, al-Mahdi kemudian memerintahkan untuk melepaskan kain-kain kiswah yang lama dan menggantikannya dengan yang baru tiap-tiap tahunnya.  Kebijakan seputar kiswah Ka’bah berubah lagi dikala al-Makmun dari Dinasti Abbasiyah memimpin. Berbeda dengaan sebelum-sebelumnya, dia mengganti kiswah Ka’bah tiga kali selama satu tahun dengan tipe kain dan warna yang berbeda; sutra merah pada hari tarwiyah, kain qabathi pada awal Rajab, dan sutra putih pada hari ke-27 Ramadhan.   

Khalifah al-Nassir dari Dinasti Abbasiyah pernah mengubah warna kain kiswah menjadi hijau.  Melainkan pada masa-masa akhir, khalifah Dinasti Abbasiyah memilih sutra berwarna hitam sebagai kiswah sebab itu awet dan bendung lama. Sementara itu, Sultan Dinasti Seljuk pernah  Pembuatan dan penggantian kiswah kemudian dilaksanakan oleh penguasa Mesir, setelah Dinasti Abbasiyah mulai melemah. Sebetulnya Mesir menerima kehormatan untuk membikin kiswah semenjak Khalifah Umar bin Khattab. Selama menjadi khalifah, Umar bin Khattab tiap-tiap tahun mengirim surat kepada Gubernur Mesir untuk membuat kiswah Ka’bah qabathi. 

Seiring dengan berpindah-pindahnya ibu kota Mesir, maka tempat pembuatan kiswah pun kian bertambah. Ada Kota Fayum, Tanis, dan Kairo (distrik Kharnafasy). Seorang Khalifah Dinasti Fatimiyyah Mesir, al-Muiz li Dinilillah, pada 362 H (972 M) memerintahkan untuk mendirikan daerah khusus pembuatan kiswah di distrik Kharnafasy, Kairo. Dia berkeinginan kiswah yang diwujudkan lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya. Karenanya kiswah itu kemudian dibuat dari sutra merah selebar 144 jengkal, 12 pita emas tiap sisinya, dan masing-masing pita dihiasi hiasan buah utrujah dari emas dan 50 permata sebesar telur burung dara.   Ditambah, permata-permata mahal, minyak wangi kasturi, dan tulisan kaligrafi ayat Al-Qur’an yang terkait dengan haji. Tarif yang dikeluarkan untuk membuat kiswah cukup besar. Pada permulaan abad 20 saja, anggaran pembuatan kiswah mencapai 4.550 pound.  Kiswah yang sudah jadi itu lalu diserahkan terhadap Bani Syaibah, yang bertanggungjawab terhadap pengurusan Ka’bah. Bani Syaibah kemudian memasangkan kain kiswah yang baru ke Ka’bah dan memasarkan kain kiswah yang lama terhadap jamaah haji sebagai memberi manfaat. Namun dikemudian hari, hal itu tidak dibolehkan lagi oleh otoritas Saudi karena dianggap syirik. Sebab itu, hasilnya kain kiswah yang lama disimpan di museum. 

Pada 1924, suplai kiswah Ka’bah dari Mesir dihentikan. Raja Abdul Aziz dari Dinasti Saud mengambil alih pembuatan kiswah. Menurut Zainurrofieq dalam The Power of Ka’bah: Membongkar Keagungan Baitullah (2016), Raja Abdul Aziz memerintahkan untuk membangun pabrik pembuatan kiswah di Ajyad-sebuah tempat dekat Masjidil Haram. Di sinilah kiswa pertama di era Kerajaan Saudi diproduksi di Makkah, yaitu pada 1926. Produksi kiswah kemudian dipindah ke Umm al-Joud.  Pada 1935, pemerintah Mesir dan Arab Saudi membuat perjanjian berhubungan dengan produksi kiswah. Sejak saat itu sampai 1963, produksi Ka’bah dilakukan di Mesir. Baru setelahnya, Arab Saudi membangun kembali pabrik kiswahnya. Pada 1972, Fahd bin Abdul Aziz-yang dikala itu menduduki posisi Wakil Ketua Majelis Kabinet dan Menteri Dalam Negeri Saudi di pemerintahan Raja Faisal- meletakkan batu pertama pabrik kiswah di pinggiran Kota Makkah.   Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektare itu diresmikan pada 1977 atau masa pemerintahan Raja Khalid. Lebih dari 240 orang dipekerjakan di pabrik kiswah ini. 

Berbeda dengan pabrik kiswah era Raja Abdul Aziz, pabrik yang dibangun Fahd ini dilengkapi dengan perlengkapan canggih dan modern. Tak hanya kiswah, di pabrik ini juga tirai bagian dalam Ka’bah dan kamar Nabi Muhammad diproduksi hingga hari ini. Kiswah Ka’bah membutuhkan 670 kilogram sutra berwarna hitam, 120 kilogram benang emas, dan 100 kilogram benang perak. Pada kain hitam hal yang demikian dijahit ayat-ayat Al-Qur’an-yang berkaitan dengan haji- dan ornamen atau hiasan dengan benang berlapiskan emas. Ornamen atau hiasan dalam Ka’bah itu tidaklah bersifat permanen. Dia bisa diganti dengan memperhatikan hal-hal yang lebih bagus. Adapun dana yang diaplikasikan untuk membuat kiswah menempuh 17 juta riyal atau berimbang dengan 66,3 miliar rupiah, dan itu sudah termasuk dengan upah pengrajinnya.  

Soal warna kiswah Ka’bah Direktur Sentra Sejarah Makkah, Fawaz al-Dahas, menyebut bahwa unsur keuangan (financial means) lah menyebabkan kenapa warna kiswah Ka’bah berbeda-beda setiap eranya. Menurutnya, qabathi dari Mesir yakni salah satu kain terbaik yang digunakan untuk menutupi Ka’bah. Demikian juga dengan Kiswa Yamani. “Ka’bah pernah ditutup dengan kain berwarna putih, merah, dan hitam. Pemilihan warga hal yang demikian menurut pada faktor keuangan pada tiap-tiap era,” kata al-Dahas, kata al-Dahas, dikutip dari laman Arab News, Kamis (23/7). Kain berwarna putih yaitu warga yang paling terang yang digunakan untuk menyelimuti Ka’bah. Kelemahan kain warga putih adalah tak awet, sering sobek dan kumal dikala para jamaah merabanya. Kiswah putih hal yang demikian kemudian diganti dengan brokat hitam-putih dan Shimla.  “Dulu kiswah diganti setiap kali ada kain yang tersedia. Sudah ini terjadi pada era Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, dan Dinasti Abbasiyah,” lanjutnya. 

Sungguh luar umum, semoga suatu dikala nanti kita bisa mengunjungi Baitullah dan bisa melihat langsung Ka'bah disana. Aamiin

Bagi yang  Rindu Ke Baitullah bisa umroh bersama kami, Lihat INFO dan PROMONYA DISINI

doa setelah pulang haji dan umroh untuk tamu,vaksin untuk haji dan umrah,urutan pelaksanaan haji dan umroh,video haji dan umroh,visa haji dan umroh,video manasik haji dan umroh,video manasik haji dan umroh sesuai sunnah,video tata cara haji dan umroh,video sholawat haji dan umrah,video ibadah haji dan umrah


Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel

Label